Tubuh Rugayah terasa nyaman, setelah bertemu Halimah, hawa panas dan berat di pundaknya perlahan-lahan hilang.
Ketika sampai di rumah, Halimah memapah ibunya hingga sampai ke dalam rumah. Rugayah duduk di kursi ruang tamu, pandangannya kosong.
"Mama, Halimah bikinin teh hangat ya, biar perut Mama enakan, Halimah lihat, Mama tak memakan nasi yang Halimah belikan tadi pagi."
Rugayah hanya menjawab, dengan anggukan kepala. Dan kembali terisak. Tak di perdulikannya rasa lapar yang datang sedari tadi.
Pardi duduk di hadapannya.
"Rugayah, aku tahu, aku sudah tak berhak mengatur hidupmu, karena kita sudah berpisah, tapi kamu tetap ibu dari anakku. Halimah sudah menceritakan semuanya padaku."
Rugayah berpaling menatap Pardi, ada rasa malu menatap lelaki yang pernah di cintainya.
"Pulanglah Mas, terimakasih sudah menolongku," Kali ini nada suara Rugayah melemah, tak seperti biasanya, bila bertemu Pardi selalu ada amarah yang meledak-ledak.
"Aku menunggu Evi yang membawa motorku, lagi pula Aku ingin memastikan dirimu baik-baik saja."
Rugayah mengelap pipinya yang basah dengan airmata.
"Hidupku hancur, aku telah berbuat dosa. Mak Sarinah yang selama ini ku anggap orangtuaku ternyata memanfaatkanku dan membuatku seperti ini."
"Syukurlah kamu menyadarinya. Tadi Halimah ke rumahku, bercerita semuanya dengan menangis, kamu beruntung Rugayah, Halimah anak baik, dan dia sangat menyayangimu."
Halimah yang bermaksud keluar membawakan segelas air, menghentikan langkahnya, mendengar pembicaraan orangtuanya.
"Sadarlah Rugayah, dan belum terlambat buat bertobat, apa yang di lakukan Mak Sarinah itu perbuatan dosa, menggunakan barang kotor untuk merias orang lain, lagipula pekerjaan yang di lakukan Mak Sarinah, dengan membantu orang menggugurkan kandungannya itu dosa besar."
"Iya, aku tahu Mas, keserakahan telah membutakan mataku, tapi yang paling menyakitkan buatku, Mak Sarinah tega memanfaatkan dan menumbalkan diriku untuk kepentingan pribadinya. Padahal cuma dia yang kuanggap sebagai orang tua pengganti orang tua kandungku."
Kedatangan Evi membuat suasana hening kembali. Halimah segera keluar mengantarkan teh hangat buat Mamanya."
"Maaf Mba, Saya langsung pulang ya," Ujar Evi dengan wajah cemberut.
Rugayah tak menjawab, membiarkan Evi pergi.
"Aku pulang dulu Rugayah, yang sabar, dan segera bertobat, jika ada apa-apa, jangan sungkan untuk memberitahuku," Ujar Pardi.
"Tunggu Mas, aku ingin memberitahukanmu sesuatu, Mak Sarinah dan Ayahmu menjalin hubungan."
"Maksudnya?" Wajah Pardi seperti meminta penjelasan.
"Mereka berhubungan serius dan sudah..." Rugayah menghentikan ucapannya dan memandang Halimah yang ada di situ.
Pardi mulai mengerti maksud Rugayah.
"Baiklah, Aku mengerti," Ucap Pardi, mulai memahami ucapan Rugayah ketika Rugayah menatap Halimah.
Rugayah dan Halimah mengantar kepergian Pardi hingga ke pintu.
Rugayah tiba-tiba teringat, niat jahatnya pada Menik.
Dengan gelisah Rugayah duduk kembali di kursi ruang tamu.
"Aku sudah berniat menggugurkan kandungan Menik, apa Menik sudah meminum jamu buatan Mak Sarinah ya, tapi Mudah-mudahan belum, karena beberapa waktu yang lalu, kulihat Menik baik-baik saja."
"Ma, di minum tehnya Ma, nanti ke buru dingin," Ujar Halimah membuyarkan lamunan Rugayah.
Seketika terlintas di pikiran Rugayah untuk bertanya pada putrinya.
"Halimah, gimana kabar tante Menik ?apa kandungannya baik-baik saja? "
Sedikit terkejut, Halimah menatap Mamanya. Baru kali ini Mamanya menanyakan Tentang Menik padanya, karena setahu Halimah, Mamanya tak mau tahu dan tak menyukai Menik.
"Baik Ma, beberapa hari lalu, Tante Menik periksa, hasil usg bayinya laki-laki dan sehat," Ujar Halimah.
Halimah yang mengetahui bahwa Mama dan neneknya ingin mencelakakan Menik, menunggu reaksi Rugayah, setelah memberitahukan keadaan Menik.
"Apa jamunya tidak beraksi ya," Pikir Rugayah kembali.
"Kenapa Ma? Mama mengkhawatirkan keadaan Tante Menik. Mama takut kalau Tante Menik keguguran ya."
"Ooh tidak, tidak apa-apa sayang," Kata-kata Halimah terdengar sindiran bagi Rugayah.
"Ya sudah, Mama makan dulu ya, Halimah belikan Mama nasi lagi sebentar."
Rugayah mengangguk, dan Halimah pun segera berlalu.
Di balik luka hati Rugayah, ada rasa syukur, di beri seorang putri yang menyayangi dirinya.
---------------
Sementara di tempat lain, Mak Sarinah merasa kesakitan, tubuhnya berasa panas.
Mak Sarinah segera pergi mandi untuk meredamkan panas di tubuhnya. Namun, hawa panas itu tak juga hilang.
"Ada apa ini, apa yang terjadi dengan Rugayah, apa dia melanggar pantangan lagi? tapi bukannya aku sudah memberinya banyak pil penangkalnya."
Mak Sarinah memutuskan meminum air putih yang banyak, mengurangi hawanya, hingga akhirnya dia menyerah, Mak Sarinah pun memakan pil berwarna hitam dan berbau anyir yang biasa du berikan nya pada Rugayah.
Sambil menahan rasa muntah, untuk pertama kali Mak Sarinah memakan pil buatannya sendiri, dari darah janin bayi yang di gugurkan.
"Rugayah si*lan, pasti ada yang telah di lakukannya, sampai aku harus memakan pil b*ngkai ini," Gerutu Mak Sarinah.
Hawa panas itu berangsur-angsur mereda, ketika telah merasa nyaman, Mak Sarinah berniat pergi ke rumah Rugayah.
Namun dirinya terkejut ketika mendapati Rugayah sedang duduk di ruang tamu miliknya.
"Rugayah! Kenapa tidak memberitahu Mak?"
Rugayah hanya diam, dan Mak Sarinah kembali terkejut menatap wajah Rugayah yang datang tanpa riasan.
Wajah yang terlihat tua dan mulai ada kerutan.
"Rugayah, apa yang sebenarnya terjadi? " Mak Sarinah duduk di samping Rugayah.
"Mak... Rugayah sayang sama Mak, Mak sudah Rugayah anggap orangtua sendiri, Mak yang membesarkan Rugayah," Ujar Rugayah dengan suara pelan menahan gemuruh di dadanya.
"Lantas apa maksudmu, Mak juga sudah menganggap Rugayah anak Mak sendiri, Mak selalu bantu, apapun kesulitan Rugayah."
"Mak! tapi coba lihat wajah Rugayah Mak dan bandingkan dengan wajah Mak. Rugayah makin hari makin menua, tapi sebaliknya dengan Mak, apa Rugayah Mak jadikan tumbal untuk kecantikan Mak! teganya Mak berbuat begini pada Rugayah."
"Tidak benar itu Rugayah, Mak sudah bilang, kalau Mak melakukan ritual kecantikan," Mak Sarinah terdengar sedikit gugup.
"Waduh, gawat, Rugayah mulai menyadarinya, tapi aku harus bisa membantah dan menyakinkannya," Batin Mak Sarinah.
"Mak! Rugayah gak bodoh Mak."
"Rugayah.. Mak sayang pada Rugayah, mana mungkin Mak mau menumbalkan Rugayah. Percayalah pada Mak, Rugayah hanya perlu menggunakan Make-up buatan Mak, dan bersabarlah, Mak akan ajari Rugayah ritual pembuka aura kecantikan."
Rugayah memandang wanita di depannya, wanita yang sekarang terlihat cantik dari usianya, wanita yang membesarkan dirinya.
Rugayah berusaha menahan air matanya yang ingin jatuh, dan memilih pergi meninggalkan Mak Sarinah, terus pergi tanpa menghiraukan panggilan Mak Sarinah.
"Aah sudahlah, nanti juga dia pasti kembali, jika amarahnya sudah mereda. Rugayah takkan bisa hidup tanpa bantuanku, lebih baik aku menemui Kang Danu, aku kangen padanya, dan Aku harus bersabar, karena sebentar lagi Kang Danu akan menikahiku, Aku akan berhenti bekerja menggugurkan janin, hidup bahagia bersama Kang Danu," guman Mak Sarinah seraya mesem-mesem sendiri mengingat kekasihnya.