Rahasia Make-Up Pengantin 11

 Hari masih pagi ketika Rugayah merasa kesakitan, di temani putrinya Halimah. 

"Ma...! Mama kenapa?" Halimah ketakutan, melihat Mamanya mengerang seperti kesakitan. 

"Aaaargh! badan Mama panas dan terasa berat Halimah, tolong Halimah. Mama gak kuat." Rugayah berguling-guling di atas ranjang miliknya. 


"Halimah, harus berbuat apa Ma," Tangis Halimah pecah. 

"Tolong Halimah, ambilkan pil Mama." 


Rugayah yang tak kuat menahan hawa panas dan berat di badannya menyerah, setelah sedari tadi menahan sakitnya, dan pasrah, ingin meminum pil buatan Mak Sarinah yang masih disimpannya. 

Halimah buru-buru mengambil kotak tata rias Rugayah, namun ketika menyentuh pil hitam, berbau anyir itu, Halimah terhenti, mengingat bagaimana Mak Sarinah membuatnya. 


" Tidak! Mama, tidak boleh memakan pil ini," pikir Halimah. 

Namun batinnya bimbang ketika melihat Mamanya kesakitan. Airmata mengalir begitu saja. 

Halimah memandang Mamanya, tiba-tiba terpikir di benaknya untuk memberitahu Ayahnya. 

"Mama! tunggu ya Mama, Halimah segera kembali! "


Rugayah hanya mengangguk tak mengerti maksud putrinya. 

Halimah berlari secepat mungkin ke rumah Ayahnya yang terletak cukup jauh dari rumahnya. 


Sesekali Halimah berhenti untuk mengatur nafasnya. Lalu berlari lagi, yang ada di pikirannya, Mamanya harus segera sembuh dari sakitnya. 


Halimah sampai di rumah Ayahnya, tepat di saat Pardi memanaskan motornya, untuk pergi bekerja di temani Menik. 

"Halimah! " Pardi terkejut melihat Halimah bersimbah peluh dengan nafas ngos-ngosan. 

"Mama.. Yah, Mama.. " 

"Kenapa Mamamu Halimah?" tanya Pardi sembari merengkuh Halimah. 


"Mama kesakitan Yah, tolong Mama Yah," Ujar Halimah, kembali menangis. 

Pardi menoleh ke arah Menik yang menganggukkan kepalanya. 


Tanpa pikir panjang lagi, Pardi langsung menyuruh Halimah naik ke motornya, dan langsung pergi ke rumah Rugayah. 

Di sepanjang jalan, Pardi meraih tangan putrinya yang memeluk dirinya dari belakang. 


Tangan itu terasa dingin, Pardi bisa merasakan, bagaimana cemasnya Halimah, dengan keadaan ibunya. 

"Aku harus menolong Rugayah, dan membantu Rugayah tobat, agar putriku tak lagi bersedih," tekad Pardi. 

Begitu sampai di rumah, Halimah langsung menemui ibunya dan mendapati Rugayah sedang mengacak-acak kotak tata riasnya. 

Halimah ingin memanggil ibunya, namun urung, ketika melihat Rugayah menatap tajam ke arah Halimah, seperti ingin marah. 

"Mana obat Mama, Halimah! "

Halimah menggelengkan kepalanya. 

"Mana! Mama yakin obat itu masih ada."


Pardi masuk ke dalam dan melihat Rugayah dalam keadaan Berantakan, bahkan dirinya mendengar Rugayah membentak putrinya. 

"Putrimu bilang, kamu kesakitan Rugayah."


"Iya, dan aku mencari pil ku, tapi gak tahu kemana, tadi aku suruh Halimah mengambilnya, tapi dia malah pergi dan pil nya tak ada. Katakan Halimah, kemana pil Mama?"


Halimah yang mendapatkan tatapan amarah Mamanya merasa ketakutan. 

"Halimah buang tadi Ma, di jalan," Ujarnya gugup. 

"Halimah!" Tubuh Rugayah jatuh terduduk di depan meja riasnya seraya menangis. 

"Kenapa kamu buang Halimah? Mama kesakitan."


Halimah berjongkok di depan Mamanya. 

"Itu pil kotor Ma, Halimah gak mau lihat Mama memakannya lagi."

Rugayah menatap wajah polos putrinya, lalu memeluknya seraya menangis. 

Pardi yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. 


" Baiklah, ayo Rugayah ikut denganku, Mudah-mudahan, ini bisa menyembuhkan dan membuatmu bertobat."

"Kemana Mas? " Ujar Rugayah masih terisak. 

"Ayo, ikutlah denganku, Halimah juga, kita pakai mobilmu."


Akhirnya Rugayah dengan di tuntun Halimah, mengikuti kemana Pardi membawa mereka. 

Mobil yang di bawa Pardi melaju, menyusuri jalan, Halimah merangkul dan memenangkan Rugayah. Hingga sampai mereka di sebuah tempat dengan halaman yang luas, layaknya sebuah sekolah. 


Rugayah menegakkan badannya, melihat keluar mobil, begitupun dengan Halimah. 

"Kemana kita ini Mas? " Tanya Rugayah. 

"Ini pesantren Rugayah, aku turunlah."

"Ngapain kamu bawa, aku kesini."


"Sudahlah, ayo turun. Halimah bantu ibumu."

Pardi segera turun dari mobil dan membuka pintu mobil belakang untuk Rugayah dan Halimah. 


Kedatangan mereka di sambut oleh dua orang wanita yang menggunakan hijab, salah satunya terkejut ketika melihat Rugayah. 

"Bukannya ini Mba Rugayah?" Ujar salah seorang wanita tersebut. 


Rugayah memandang wanita itu, berusaha mengingatnya. 

"Sepertinya aku pernah bertemu wanita ini," pikir Rugayah. 

Hingga akhirnya, wanita itu berkata. 


"Saya yang dulu pernah mau memakai jasa Mba Rugayah, untuk merias saya. Saat pernikahan saya, tapi tidak jadi. Saya saat itu datang bersama ibu saya."


Rugayah mengingatnya, iya, dia wanita yang memandang Rugayah dengan tatapan aneh, kemudian memilih membatalkan memakai jasa Rugayah, kebetulan saat itu juga ada seorang yang meminta Rugayah meriasnya dan waktu mereka bersamaan. Rugayah ingat, wanita ini buru-buru menarik ibunya untuk pergi. Dan Rugayah waktu itu merasa hawa panas saat bertemu dengan wanita itu. 


"Saya mau bertemu Kyai mahmud, apa beliau ada? " tanya Pardi memecah lamunan Rugayah. 

" Ooh ada Pak, silahkan masuk dulu."

Pardi, Rugayah, dan Halimah masuk ke dalam ruangan yang di tunjuk wanita tersebut. 


Ruangan itu luas, seperti ruangan pertemuan. Lantainya terlihat bersih, tertutup ambal. 

Tak lama datang seorang kyai berbaju putih, di temani wanita yang tadi mengenal Rugayah, menemui mereka. 

Pardi menyalami kyai tersebut, yang tak lain, adalah kyai Mahmud. 


Rugayah merasakan tubuhnya terasa nyaman ketika berada di tempat tersebut. 

Kyai pun menanyakan maksud kedatangan Pardi, Rugayah dan Halimah. 

Dengan perlahan dan jelas, Pardi menceritakan semua yang di ketahui nya, Rugayah hanya diam, seperti malu dengan apa yang telah di kerjaannya. 


Kyai Mahmud mengangguk mengerti, lalu berpaling menatap wanita yanng tadi mengenal Rugayah, yang mendampinginya. 

"Apa benar, Aisyah, ini wanita perias pengantin yang pernah kamu ceritakan?"

"Benar Kyai," sahut wanita itu, yang ternyata bernama Aisyah. 

Kyai tersebut mengangguk lagi, dan kembali menghadap ke arah Pardi, Rugayah dan Halimah. 

"Jadi, ini Aisyah, keponakan saya yang baru saja menikah, waktu itu Aisyah bercerita. Saat hendak menikah, ibunya ingin Aisyah di rias oleh seseorang bernama Rugayah, yang terkenal sangat pandai merias pengantin. Namun saat kerumah Rugayah bersama ibunya, ternyata tak lama ada juga yang ingin di rias, oleh Rugayah dan waktu mereka bersamaan. Tapi Aisyah melihat sesuatu yang janggal pada diri Rugayah, seperti ada aura hitam yang menyelimuti, terus pundak Rugayah seperti di tumpuki kotoran berwarna merah darah. Akhirnya Aisyah mengajak ibunya pulang. Dan tak ingin di rias oleh Rugayah."


Rugayah ingat semua, dia sadari, waktu bertemu dengan Aisyah tubuhnya merasa panas dan pundaknya terasa berat.


"Inikah alasannya? " Pikir Rugayah. 

Kyai Mahmud lalu memerintah Aisyah untuk membawakan sebuah mukena dan meminta Rugayah memakainya. 


Perlahan-lahan Kyai Mahmud melafalkan ayat-ayat Al-Quran. Hawa panas kembali menyerang Rugayah dan bertambah panas, Kyai Mahmud tak berhenti dan semakin melafalkan Ayat-ayat Al-Quran. 


Rugayah tak tahan. Perutnya terasa di aduk-aduk. Aisyah menyodorkan sebuah plastik hitam padanya. 

Akhirnya Rugayah tak tahan, memuntahkan sesuatu yang hitam dari mulutnya. 

Halimah menangis melihat keadaan Mamanya. 

------------

Sementara di tempat lain. Mak Sarinah bersiap-siap, akan menikah siri dengan Juragan Danu. 

Bersambung...


By, Siska Ika

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak