"Iya Tante, please..., hari ini Halimah gak mau sekolah, Halimah gak enak badan."
Halimah memasang muka memelas, berharap tante Menik, ibu sambungnya mengizinkannya untuk tak sekolah.
"Tapi badanmu gak panas Halimah, mukamu juga gak pucat, jangan bohong ya," Menik bertanya penuh selidik.
"Halimah gak mau sekolah Tante, mau di rumah temani Tante. Hari ini aja, tapi Tante janji ya, jangan bilang Ayah sama Mama."
Menik menyerah membujuk putri sambungnya tersebut, dan akhirnya mengiyakannya.
Halimah bersorak kegirangan.
"Tumben anak ini malas sekolah, biasanya dia rajin dan gak pernah mau bolos sekolah," guman Menik.
Hari ini dan untuk beberapa hari ke depan, Halimah tinggal bersama Menik, untuk menemani Menik, karena Ayahnya pergi keluar kota.
Halimah memutuskan untuk bolos sekolah, untuk menjaga Menik dari rencana jahat ibunya dan Mak Sarinah yang ingin menggugurkan kandungan Menik.
Sebentar-sebentar Halimah mengintip dari jendela, takut kalau kedatangan Mbok Parinem, yang membantu rencana jahat ibunya.
Menik bingung melihat tingkah Halimah yang gelisah, dan mondar-mandir.
"Kamu kenapa sih Halimah, kok sepertinya kelihatan gelisah."
"Ooh.. Eeh.. Hmm... Gak Tante, gak ada apa-apa."
"Ya sudah, nonton TV aja di dalam kamar Tante. Tante mau bersih-bersih rumah dulu."
Halimah mengangguk.
Tak lama berselang, Halimah melihat Mbok Parinem berjalan menuju ke rumah mereka, Halimah lansung berlari bersembunyi di ruang tengah rumah Ayahnya.
Tak lama terdengar suara Mbok Parinem menyapa Menik.
"Menik.. Apa Kabar?"
"Ooh Mbok Parinem, sehat Mbok, mari masuk Mbok, " Terlihat Menik sedikit terkejut dengan kedatangan Mbok Parinem.
Setelah berbasa basi, akhirnya Menik menanyakan maksud kedatangan Mbok Parinem.
"Iya, kebetulan tadi ada pasien Mbok yang minta urut di rumahnya, jadi ingat sama Menik, Mbok jadi terpikir untuk mampir."
"Tapi, kok Mbok tahu rumah saya ya."
Pertanyaan Menik menohok Mbok Parinem, karena Menik selalu urut kehamilannya di rumah Mbok Parinem, dan Mbok Parinem belum mengetahui rumah Menik.
"Ooh... Mbok menebak saja, kan dulu Menik pernah kasih tahu tinggal di daerah sini, kebetulan Mbok tahu daerah sini," Mbok Parinem berbohong dan berusaha menutupi kepanikan nya.
"Ooh iya, kok Menik gak urut lagi, urut kehamilan itu gak cukup sekali, biar lancar nanti lahirannya."
"Iya Mbok, tadinya mau urut, tapi kemarin konsultasi sama dokter, ada masalah Mbok, plasenta tertutup, dan kata dokter kemungkinan bisa naik lagi, jadi saya gak berani mengurutkan dulu."
Mbok Parinem mengangguk, sejujurnya Mbok Parinem sedikit takut memberikan jamu buatan Mak Sarinah, tapi karena melihat uang yang menggiurkan, Mbok Parinem memberanikan dirinya membantu Rugayah dan Mbok Parinem.
Sementara di ruang tengah, Halimah terus saja menguping pembicaraan mereka, sekaligus berjaga-jaga jika Mbok Parinem melakukan sesuatu yang membahayakan Menik.
"Oh iya, ini Mbok punya jamu, jamu ini bagus untuk menjaga kesehatan bayimu dan bisa juga membantu Memperlancar kelahiranmu nanti. Mbok buat dari bahan herbal."
Menik memandang botol jamu di tangan Mbok Parinem dan menyambutnya.
"Beneran Mbok, jamu ini bagus untuk kandungan saya?" Menik merasa tak yakin.
"Benar, itu di racik dari bahan herbal."
Halimah yang masih menguping, dengan deg-degan berdoa agar Menik menolak jamu tersebut. Tapi sepertinya harapan Halimah sia-sia.
"Ooh baiklah Mbok, nanti saya minum. Berapa harganya Mbok?"
"Gak perlu bayar, gratis buat Menik."
"Kok gitu Mbok."
"Iya gak apa-apa."
"Oh baiklah Mbok, terimakasih banyak."
"Ya sudah Mbok pulang dulu, sudah hampir siang."
Menik mengangguk, mengantar Mbok Parinem hingga ke teras rumahnya.
Halimah yang sedari tadi menguping segeralah keluar begitu Mbok Parinem pergi.
Halimah meraih botol jamu yang ada di atas meja, lalu membawanya ke dapur.
Menik mencari botol tersebut, dan terkejut ketika melihat Halimah membuang isi botol tersebut ke cucian piring.
Hanya itu yang bisa dilakukan Halimah, gadis polos yang ingin menyelamatkan Menik.
"Halimah! " Teriak Menik dengan nada marah.
Menik merebut botol yang telah kosong itu dari tangan Halimah.
"Kenapa kamu lancang! membuang isi botol ini."
Halimah tak bisa menjelaskan, ingin pergi tapi Menik menarik tangannya.
"Jelaskan sama Tante, apa yang sebenarnya Menik lakukan, atau Tante akan adukan ini ke Ayahmu."
Halimah tak perduli dengan ancaman Menik, namun ketika Menik berkata tentang Mamanya, Halimah langsung menatap Menik dan mulai terisak pelan.
"Ooh kalau begitu, sekarang juga kita pergi ke rumah Mamamu. Ayo ikut! "
"Enggak Tante, jangan! Jangan kasih tahu Mama."
Butiran bening mulai menggenang di mata Halimah.
Menik yang merasa kasian, menarik tangan Halimah, memintanya duduk di meja makan dan menghadapnya.
"Kalau gitu, cerita sama Tante, dan biar ini jadinya rahasia kita berdua."
Halimah Menggeleng, ragu untuk bercerita.
"Halimah percaya sama Tante Menik, apapun itu yang Menik ceritakan, Tante janji gak akan cerita pada siapa pun, termasuk Ayah Halimah."
Gadis belia itu menatap mata Menik, mencari sebuah kepercayaan.
Menik mengangguk dan tersenyum, sorot matanya menyakinkan Halimah, agar mempercayainya.
Halimah pun luluh dan mulai menceritakan tentang rencana jahat ibunya pada Menik.
Wajah Menik pun berubah, menahan emosi. Namun wajah polos Halimah yang basah oleh air mata menumbuhkan kesabarannya.
"Baiklah Halimah, Tante tidak akan marah pada Mamamu, jadi ini alasan Halimah gak mengizinkan Tante untuk urut lagi sama Mbok Parinem."
Halimah mengangguk.
"Iya Tante, Halimah mengenal Mbok Parinem itu teman Nenek Sarinah, jadi Halimah takut kalau Tante di jahatin, karena Halimah tahu Mama dan Nenek tidak menyukai Tante, ternyata kecurigaan Halimah jadi kenyataan."
Menik menggenggam tangan Halimah.
"Halimah sayang sama Mama, Halimah gak mau terjadi sesuatu sama Mama. Tolong Tante, jangan dendam sama Mama, dan jangan kasih tahu Ayah ya Tante."
"Halimah, sebenarnya Tante sudah curiga saat Halimah melarang Tante untuk urut pada Mbok Sarinah, meski Halimah gak mau kasih tahu alasannya. Tante hanya tak mengerti kenapa Mbok Parinem mau berniat jahat pada Tante. Tante juga gak berniat meminum jamu itu, dan bermaksud membuangnya. Karena setahu Tante Mbok Parinem itu mata duitan, gak ada yang gratis sama Mbik Parinem. Jadi Tante curiga dan tak ingin meminumnya. Tapi Tante benar-benar gak menduga kalau Mamamu dan nenekmu lah dalang semua ini, dan tega melakukannya sama Tante."
"Maafkan Mama Tante, Halimah mohon." Halimah menangis.
Menik tak kuasa menahan air matanya. Mendekati Halimah dan memeluknya.
"Kamu anak baik Halimah, beruntung orangtuamu memilikimu. Iya Tante janji. Tapi jika sekali lagi Mamamu menjahati Tante, Maaf Halimah, Tante gak bisa lagi tinggal diam."
Halimah melepaskan pelukan Menik.
"Halimah janji Tante, akan menjaga Mama untuk tidak menjahati Tante lagi."
Menik betul-betul terharu dan menyadari, betapa Halimah sangat menyayangi Mamanya.
-----------------
Di rumah Mak Sarinah, Mbok Parinem menerima amplop tebal berisi uang, bayarannya telah melaksanakan keinginan Rugayah dan Mak Sarinah.
Sementara Rugayah tersenyum senang, dan yakin rencananya untuk menggugurkan kandungan Menik telah berhasil.
Bersambung...
By, Siska Ika