Rahasia Make-Up Pengantin 8

Rugayah segera memarkirkan mobilnya di halaman rumahnya, beberapa tetangga yang melihatnya seperti bergumam sendiri, namun Rugayah tak perduli. 

Ketika memasuki rumahnya, di lihatnya putrinya Halimah sedang berkutat dengan buku-buku pelajarannya. 

"Baru pulang Ma," sapa Halimah. 

Rugayah hanya mengangguk, sambil berdehem, pikirannya kalut saat ini. 

Meja rias dengan kaca yang besar, memantulkan wajah Rugayah, perlahan-lahan Rugayah menghapus make-up yang menutupi wajahnya. 

Di sentuhnya wajah cantiknya dulu, yang membuat Pardi tergila-gila padanya, dan akhirnya menikahinya. 

Kini wajahnya itu terlihat kendor dan menua, mulai terlihat keriput di sela mata Rugayah. 

"Kenapa aku baru menyadarinya sekarang, ku pikir ini hanya karena aku kelelahan dan pertambahan usiaku," Gumam Rugayah. 


Adegan demi adegan yang tadi di lihatnya di rumah Mak Sarinah, terlintas di pikirannya. 

"Apa yang terjadi sebenarnya ? sejak kapan Mak Sarinah, punya hubungan dengan juragan Danu? Kenapa Mak Sarinah terlihat awet muda, sedangkan aku.."

Pikiran Rugayah berkecamuk, mulai ada rasa curiga pada Mak Sarinah. 

Rugayah bangkit berdiri dari meja riasnya, di ambilnya kotak tata rias pengantin yang biasa di gunakannya untuk merias pengantin. 

Diambilnya lipstick yang selalu di incar para pengantin, dan di ciumnya. 

"Tak ada aroma apa pun, dan Mak Sarinah selalu mengingatkan ku untuk juga memakai lipstick ini sebelum merias pengantin."

"Aku tahu Mak Sarinah menggunakan darah janin bayi dan wanita yang menggugurkan bayinya, untuk membuat lipstick dan alat make-up lainnya, tapi aku tak pernah tahu, bagaimana Mak Sarinah membuatnya."


Rugayah menghembuskan nafas kasar, mengurangi sedikit beban pikirannya. 

"Apa yang terjadi sebenarnya, apa ini konsekuensi yang harus aku terima, merias pengantin dengan alat make-up yang tak baik. Tapi.... kenapa Mak Sarinah tak berkata apa pun."

Rugayah yang masih memikirkan, apa yang terjadi dengan dirinya, tak menyadari kehadiran Halimah yang masuk di kamarnya. Rugayah pun tersentak ketika Halimah menyapanya. 


"Mama.. Kenapa? Halimah perhatiin, kayaknya Mama lagi banyak pikiran, tadi juga Halimah sapa, Mama...., " Ucapan Halimah terputus ketika melihat Mama nya berpaling dan menatapnya. 


"Ma... Kok wajah Mama seperti berubah?"

"Terlihat tua ya Halimah."

Halimah mengangguk. 

Ucapan Halimah kembali membuat Rugayah berpikir dan mulai menyadari sesuatu. Rugayah menatap putrinya. 

"Halimah, dulu Halimah pernah bilang, tanpa sengaja sempat melihat Nenek Sarinah, membuat make-up untuk Mama. Apa yang Halimah lihat sayang, ceritakan pada Mama."

Halimah terlihat ragu untuk bercerita, namun Rugayah memaksanya. 

"Halimah melihat Nenek memeras darah bayi yang belum jadi Ma, Halimah sempat lihat, ada bentuk tangan kecil sekali dan masih menyatu, seperti alien yang pernah Halimah tonton."

"Terus.. " Rugayah mendengarkan dengan seksama. 

"Halimah juga dengar nenek melantunkan ucapan yang tak jelas, tapi ada yang Halimah dengar jelas, kata Nenek, ku persembahkan darah bayi ini untuk dewi kecantikan sang pembuka aura. Juga saat.... " Halimah tertunduk tak berani bicara. 


"Apa! " Cepat katakan pada Mama. 

"Hmm... Nenek bilang..., berikan aku kecantikan dan aku tumbalkan kecantikan sang perias." 

Rugayah terkejut dan nafasnya memburu, menahan sesak dadanya. 

"Kenapa Halimah tak cerita pada Mama!"

"Halimah, gak ngerti maksud Nenek Ma, tapi ketika Mama sering merias menggunakan Make-up nenek, Halimah cuma menduganya, terus Halimah sempat tanya pada guru agama Halimah, apa itu tumbal? Pelan-pelan Halimah mengerti. Tapi kata guru Halimah itu perbuatan jin yang ingin menyesatkan manusia."

Rugayah terpaku mendengar penuturan putrinya, tak menyangka, Halimah punya pikiran sepelik itu, putrinya memang pintar. Rugayah baru menyadari, Halimah bukan lagi putrinya yang selalu dianggapnya masih anak kecil. 

Rugayah memeluk putrinya, air matanya lolos begitu saja. Rugayah mulai menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Ketika sakit batinnya mulai mereda, rugayah melepaskan pelukannya. 


"Pergilah Halimah, Mama ingin sendiri dulu."

"Tapi Ma."

"Mama mohon sayang."

Halimah menuruti perintah Mamanya, lalu pergi meninggalkan Mamanya seorang diri. Rugayah memutuskan untuk mengunci pintu kamarnya. 

Hingga hari menjelang tengah malam, Rugayah masih terdiam dan termangu di kamarnya. 

Tak dihiraukannya rasa lapar perutnya, bahkan saat Halimah mengetuk pintu kamarnya menawarkan makan, Rugayah hanya menyuruh Halimah untuk makan sendiri dan tak mengganggunya. 

Pikirannya kalut, satu persatu Rugayah mulai menyadari apa yang sebenarnya terjadi. 

Pikiran Rugayah hanya pada Mak Sarinah dan perias pengantin yang di jalaninnya. Rugayah lupa akan Menik yang di hendak di jahatinya. 

Akhirnya pertahanan Rugayah luluh, Rugayah menangis sejadi-jadinya, menyesali hidupnya yang telah di rusaknya sendiri, keserakahan membuat Rugayah kehilangan suami yang di cintainya. Dan Mak Sarinah, orang yang selama ini di kira Rugayah baik padanya ternyata hanya memanfaatkannya. 

Rugayah memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. 


Tiba-tiba, hawa panas kembali menyerang Rugayah, pundaknya terasa berat. Keringat dingin mulai menjalari tubuhnya. 

Rugayah berdiri hendak mengambil pil penangkal untuk menetralisir badannya. 

Ketika hendak meminumnya, Rugayah teringat, bahwa pil itu di buat oleh Mak Sarinah. Rugayah melemparkannya ke sudut kamarnya. 

Rasa sakit yang di rasakan Rugayah masih mendera, dan Rugayah bertahan untuk tak memakan pil tersebut. 

Hingga akhirnya Rugayah tertidur di lantai kamarnya. 

-------------

Pagi hari, Rugayah terbangun ketika terdengar ketukan yang nyaring di pintu kamarnya. 

"Ma.. Mama! Buka pintunya Mama!"

Rugayah bangkit perlahan, tubuhnya terasa sakit semua, meski tak lagi terasa panas, dan hawa panas sudah tak lagi menjalari tubuhnya. 

Dengan malas Rugayah menuju pintu kamar dan membukanya. 

Di lihatnya Halimah telah rapi dengan pakaian pramukanya dan wajah Halimah terlihat cemas. 

Mama gak apa-apa kan? Mama belum ada makan semalaman, Halimah mau pergi ke sekolah, hari ini ada kegiatan pramuka, di dapur ada nasi bungkus, Halimah tadi belikan buat Mama."

"Iya sayang, pergilah, " sahut Rugayah dengan rasa malas, tanpa bertanya lebih lanjut, dimana hari minggu, Halimah tetap pergi ke sekolah

Rugayah bermaksud mandi membersihkan tubuhnya ketika Halimah telah pergi, namun ketukan di pintu luar, membuat Rugayah mengurungkan niatnya. 

"Evi! Masuklah"

Ternyata Evi, asisten Rugayah yang datang. 

Wajah Evi berubah melihat penampilan dan wajah Rugayah tanpa make-up, namun Evi memilih bungkam tak berkomentar. 

"Mba, kok belum siap-siap, bukannya hari ini kita ada job merias pengantin, tadi saya dari sana, mereka menanyakan kenapa Mba Rugayah belum datang juga."

Rugayah memegang kepalanya yang terasa pening. 

"Apa Mba Rugayah sakit."

"Tidak Evi, tapi semalam saya kurang tidur, oh ya maaf Evi,  mungkin ini hari terakhir saya merias pengantin, saya memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai perias pengantin."

Evi terkejut mendengar penuturan Rugayah. 

"Lho kenapa Mba? Orderan kita bulan ini banyak banget, Mba, gak bisa gitu aja, langsung berhenti."

"Gak bisa Vi, aku sudah memutuskan untuk berhenti, jika kamu mau meneruskan, lakukan saja, yang jelas Aku berhenti."

Evi ingin bersuara membantah, ketika Rugayah berkata lagi. 


"Ya sudahlah, Aku mandi dulu, kita sama-sama pergi ke tempat pengantin. Aku akan merias untuk yang terakhir kalinya, dan nanti saja kita bahas lagi tentang tadi."

Evi terdiam.

-------------

Hari ini Rugayah pergi merias pengantin dengan tak bersemangat. Setelah berdandan tanpa memakai make-up pemberian Mak Sarinah, Rugayah segera meraih kotak make-up nya dan pergi ke tempat pengantin bersama Evi sang asisten. 

Rugayah sudah memutuskan untuk berhenti dari profesinya, dan ini adalah hari terakhir Rugayah merias pengantin. 

Setelah mendapat sedikit protes dari keluarga pengantin karena telat datang, Rugayah memulai prosesi meriasnya. 

Di pandanginya lipstick dan alat make-up lainnya dan Rugayah mulai bekerja. 

Tak ada yang terjadi, pengantin pun puas dengan hasil riasan Rugayah. 

Hingga menjelang siang tamu mulai ramai berdatangan, Rugayah mulai lagi merasakan pundaknya yang berat dan hawa panas menyusuri tubuhnya. 

Rugayah gelisah menahan tubuhnya yang tak nyaman. Hingga terdengar suara keributan yang tertuju dari pelaminan pengantin. 

Rugayah melihat beberapa orang memegangi sang pengantin, rupanya pengantinnya kesurupan.

Bersambung...


By, Siska Ika

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak