Panas... Panaaas!" Pengantin tersebut berteriak tanpa sadar, dirinya mengamuk seraya mengelap- ngelap wajahnya dengan kedua tangannya.
"Wajahku panaas, hapus riasan ini! " Teriaknya lagi.
Hiasan yang di pakainya di kepala pun terlihat berantakan, oleh amukannya.
Beberapa orang berusaha memeganginya, termasuk sang pria yang baru saja jadi suaminya.
Rugayah yang berkeringat dingin, hanya bisa melihat dari tempat duduknya.
Para tamu yang datang menjadi heboh, ada yang membantu, namun banyak juga yang bergunjing.
Ketika akhirnya, salah seorang keluarga mendekati Rugayah, dan bertanya padanya.
"Mba Rugayah, apa ini ada hubungannya dengan riasan pengantin yang di lakukan Rugayah,"
Rugayah menggelengkan kepalanya. Menampik apa yang terjadi, ada hubungannya dengan riasan pengantin yang dilakukannya. Karena Rugayah sendiri tak mengerti apa yang terjadi.
Hingga akhirnya Rugayah menyadari, bahwa dirinya tak memakai riasan di wajahnya dengan make-up dari Mak Sarinah.
"Apa ini karena diriku, tadi pagi tak memakai make-up Mak Sarinah, bukannya Mak selalu mengingatkanku untuk juga memakai make-up darinya sebelum merias pengantin," Rugayah membatin sendiri, merasakan hawa panas dan berat di pundaknya.
Rugayah melirik sekilas, pengantin itu masih mengamuk, Rugayah teringat sesuatu tentang pil dari Mak Sarinah, batinnya terbagi antara memberikan pil itu atau tidak pada pengantin.
Akhirnya Rugayah dengan setengah hati membuka kotak tata riasnya, mengambil pil buatan Mak Sarinah, dan meminta orang yang ada di sisi pengantin untuk memberikannya.
Dengan susah payah, akhirnya pengantin itu berhasil menelan pil nya di bantu oleh keluarga pengantin. Kesadarannya perlahan-lahan mulai pulih, dan dia bingung menatap dirinya yang berantakan.
Rugayah segera meminta para keluarga sang pengantin untuk membawanya ke dalam, dan akan merias kembali sang pengantin.
Mereka semua memandang Rugayah dengan penuh tanda tanya, mulai merasa ada sesuatu yang lain dalam riasan Rugayah. Para tamu pun banyak yang kasak-kusuk, berbisik dengan kejadian tadi.
Rugayah berusaha menguatkan dirinya. Meski tubuhnya terasa tak nyaman, Rugayah masih berusaha bersikap biasa saja.
"Aku harus kuat, ini hari terakhirku merias pengantin."Namun ketika Rugayah, ingin kembali merias, tiba-tiba pengantin itu kembali menjerit, dalam keadaan sadar.
"Panaas! " Dirinya menepis tangan Rugayah, dan ketika melihat wajah Rugayah, pengantin tersebut terkejut dan mendorong Rugayah.
"Siapa kamu? wajahmu begitu mengerikan!" teriaknya. Keluarga yang menemani pengantin, menjadi bingung.
"Kenapa Sri?" tanya ibu sang pengantin.
"Sri gak mau di dandanin Mba Rugayah, bu. Sri takut."
Ibu dan keluarga pengantin memandang Rugayah dengan tatapan penuh tanda tanya dan curiga.
Evi pun tiba-tiba masuk ke ruangan rias pengantin dan mendapati suasana yang tak nyaman
"Kenapa? Saya tidak berbuat hal yang aneh-aneh," Bela Rugayah.
Tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat dan beberapa dari mereka pergi menahan rasa mual temasuk sang pengantin.
Seketika Rugayah menyadari bau busuk tersebut, berasal dari lipstick yang di pegangnya untuk merias pengantin.
Seorang laki-laki berteriak.
"Ooh ternyata! Mba Rugayah menggunakan guna-guna untuk merias pengantin."
"Iya, anak saya sampai kesakitan. dan lihat lipstick yang di gunakannya berbau busuk."
"Kamu sudah menipu kami!" Teriak laki-laki itu.
Acara pernikahan itu menjadi kacau, Rugayah menjadi sorotan tamu-tamu undangan, dan Evi hanya diam, tak bisa berani berbuat apapun."
Tubuh Rugayah gemetar ketakutan, melihat keluarga pengantin, memandang marah kearahnya.
Wanita-wanita dari keluarga pengantin ingin menghakimi Rugayah.
-----------
Sementara Halimah yang di sekolah sedang mengikuti kegiatan pramuka, tak bisa konsentrasi, dirinya kepikiran Mamanya.
Pikiran Halimah hanya ke Rugayah, Halimah tak bisa berkonsentrasi mengikuti kegiatannya, ada perasaan bersalah dan khawatir, mengingat dirinya telah menceritakan apa yang di ketahuinya pada Mamanya, dan perilaku Mamanya semalam, yang mengurung dirinya. Perasaan Halimah menjadi tak nyaman.
Halimah tak tahan lagi, lalu pura-pura tidak enak badan, dan meminta izin untuk istirahat.
Diam-diam Halimah memutuskan untuk pulang, meninggalkan teman-temannya yang masih pada latihan.
Halimah bergegas pulang, rumah nampak sepi, Halimah mengambil kunci yang biasa di selipkan Mamanya di bawah pot, meneliti isi rumah yang kosong, dan melihat nasi bungkus yang di belinya untuk Mamanya tak jua di makan. Rasa khawatir Halimah bertambah.
"Pasti Mama sedang bekerja, seingat Halimah, Mama hari ini merias di kampung sawit."
Halimah bergegas pergi, namun seketika Langkah Halimah terhenti, Halimah lalu memutuskan untuk menemui ayahnya.
"Dari sekolah ya Halimah?" Tanya Menik ketika melihat Halimah yang datang dengan tergupuh-gupuh.
Saat itu Menik sedang membersihkan halaman, sambil sesekali mengusap perutnya yang semakin membesar.
"Iya Tante, Ayah ada tante?"
"Ada.. "
Halimah bergegas masuk ke rumah, menemui Ayahnya.
Pardi yang saat itu sedang beristirahat sembari menikmati kopinya, terkejut melihat kedatangan putrinya yang datang memeluk dirinya seraya menangis.
Begitupun Menik, mendengar tangisan Halimah, langsung masuk menemui mereka.
"Kenapa Halimah, Mas?"
"Entahlah De, tiba-tiba datang menangis."
"Halimah! Halimah tenang dulu, baru cerita sama Ayah, ada apa?"
Halimah sesegukan, mengatur nafasnya.
Pardi masih menenangkannya dan membujuk Halimah untuk bercerita.
"Sebenarnya Halimah gak mau cerita yah, tapi semakin Hari Halimah lihat perubahan Mama, Halimah takut terjadi sesuatu pada Mama."
"Iya sayang, sekarang pelan-pelan Halimah cerita, Ayah akan mendengarkan."
Halimah mengangguk.
"Sebenarnya...... "
Kisah itu mengalir dari mulut Halimah, membuat Pardi dan Menik tak percaya.
Halimah terdiam cukup lama, begitupun dengan Pardi dan Menik, hingga akhirnya.
"Yah, ayo temani Halimah cari Mama, perasaan Halimah gak enak. Halimah takut terjadi sesuatu pada Mama, semalaman Mama mengurung dirinya di kamar dan tak makan."
Pardi memandang ke arah istrinya.
"Pergilah Mas, temani Halimah."Pardi mengangguk, lalu meraih jaketnya dan membawa Halimah dengan motor bututnya.
Halimah hanya tahu Kampungnya, namun tak tahu di mana Mamanya merias. Setelah bertanya kesana kemari, akhirnya, mereka sampai ke acara pernikahan, dimana Rugayah merias pengantin.
-------------------
Tepat pada saat Rugayah ingin di hakimi oleh keluarga pengantin, mereka memukul Rugayah, Halimah dan Ayahnya datang.
Rugayah yang pasrah, terkejut ketika Halimah datang dan langsung memeluknya.
"Tolong! Jangan pukul Mama saya." Teriak Halimah seraya menangis.
Pardi berusaha menenangkan keluarga pengantin.
"" Kamu siapa? gara-gara perempuan ini, acara pernikahan anak saya jadi kacau."
Pardi menjelaskan dengan baik-baik dan meminta untuk damai. Pardi juga berjanji, akan mengganti kerugiannya.
Rugayah menangis, mendapati Halimah yang ada di sampingnya.
Akhirnya Pardu membawa pulang Rugayah dan Halimah dengan mobil Rugayah, sementara Evi membawa motor Pardi.
Di mobil Rugayah hanya terdiam, Halimah tak berhenti menangis seraya memeluk ibunya. Sesekali Pardi melirik kaca spion melihat ke arah Rugayah.
"Benar kata Halimah, wajah Rugayah terlihat tambah tua, dan tak wajar," Batin Pardi.
Sementara Rugayah pun melamun sendiri.
"Ini semua gara-gara kamu! Mak Sarinah, teganya, orang yang sudah ku anggap orangtuaku sendiri, telah menyesatkanku."
Rugayah kembali terisak pelan.
Bersambung...
By, Siska Ika